CDMA (Code Division Multiple Access) adalah teknologi akses jamak dimana masing-masing user menggunakan code yang unik dalam mengakses kanal yang terdapat dalam sister. Pada CDMA, sinyal informasi pada transmiter dicoding dan disebar dengan bandwidth sebesar 1.25 MHz (spread Spectrum), kemudian pada sisi repeater dilakukan decoding sehingga didapatkan sinyal informasi yang dibutuhkan
Teknologi awal CDMA dikembangkan oleh Claude Shannon (1916 - 2001), seorang ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology yang berjasa menyumbangkan ide dasar CDMA berupa teknik penyebaran spektrum (spread spectrum). Awalnya CDMA digunakan oleh kalangan militer karena kebal terhadap gangguan (anti jamming) dan bebas penyadapan (anti-intercept).
CDMA digunakan pertama kali pada Perang Dunia II oleh sekutu Inggris untuk menggagalkan usaha Jerman mengganggu transmisi mereka. Sekutu memutuskan untuk mentransmisikan tidak hanya pada satu frekuensi, namun pada beberapa frekuensi, menyulitkan Jerman untuk menangkap sinyal yang lengkap. Sejak itu CDMA digunakan dalam banyak sistem komunikasi, termasuk pada Global Positioning System (GPS) dan pada sistem satelit OmniTRACS untuk logistik transportasi.
Pada tahun 1989 Qualcomm, sebuah vendor telekomunikasi Amerika Serikat, memperkenalkan teknologi ini untuk kepentingan sipil, tiga bulan setelah Celluler Telecommunications Industry Association (CTIA) atau asosiasi industri telekomunikasi seluler di Amerika Serikat berusaha mencari suatu sistem seluler baru untuk mengantisipasi peningkatan jumlah pelanggan seluler.
Standar CDMA yang pertama adalah TIA/EIA IS-95 (Telecommunications Industry Association / Electronic Industries Association Interim Standard - 95) atau lebih dikenal dengan IS-95A. Karena dirasa masih kurang mengakomodasi layanan data maka IS-95A dikembangkan lagi menjadi IS-95B (CDMAOne) yang mampu melewatkan data hingga 64 kbps atau setara generasi seluler kedua (2G) pada GSM.
Perkembangan teknologi CDMA semakin berkembang setelah adanya standar CDMA 2000-1X pada bulan Maret 2000. Standar ini berhasil meningkatkan kapasitas suara dua kali lipat dan mampu mentransfer data berkecepatan tinggi (144 kbps) sehingga CDMA mulai diperhitungkan sebagai pesaing GSM. Evolusi CDMA berlanjut dengan hadirnya CDMA2000 1xEV-DO (Evolution Data Optimized) dan CDMA2000 1xEV-DV (Evolution Data Voice).
Standar ini bisa digunakan untuk kebutuhan layanan data berkecepatan tinggi karena kecepatannya bisa hingga 2,4 Mbps (EV-DO) dan bahkan 3,09 Mbps (EV-DV). Peluang untuk menjadikan CDMA sebagai solusi teknologi nirkabel masa depan semakin terbuka setelah International Telecommunication Union (ITU) memilih teknologi ini sebagai platform teknologi seluler generasi ketiga (3G).

Arsitektur jaringan CDMA 2000
Alokasi frekuensi untuk CDMA terdiri dari 450MHz, 800MHz dan 1900MHz. Frekuensi adalah gelombang yang digunakan oleh jaringan CDMA dalam mengirimkan/menerima suara maupun data. Di dunia pada umumnya operator menggunakan jaringan 800MHz meskipun ada beberapa lokasi yang menggunakan jaringan 1900MHz maupun 450MHz.
Dengan perkembangan dari teknologi CDMA, saat ini CDMA sudah mempunyai beberapa keunggulan tersendiri dibandingkan dengan GSM (Global System Mobile). CDMA menggunakan teknologi penyebaran spektrum sehingga kemungkinan terjadinya penyadapan lebih kecil dari menggunakan GSM yang menggunakan TDMA (Time Division Multiple Access) yang hanya mengacak suara yang dipancarkan. Selain itu, karena penggunaan teknologi penyebaran spektrum yang dibunakan CDMA, membuat CDMA tahan terhadap gangguan cuaca dan interferensi.
CDMA juga menggunakan seluruh spektrum frekuensinya saat melakukan pembicaraan, sehingga kemungkinan terjadinya panggilan yang gagal (drop call) atau pembicaraan yang terputus lebih kecil.
CDMA lebih irit dalam pemakaian frekuensi sehingga kapasitas pelanggan BTS (Base Transceiver Station) CDMA dapat mencapai 6000 pelanggan, 10 kali lebih banyak daripada GSM, dan membuat coverage BTS lebih besar.
Selain itu, CDMA juga irit baterai karena daya pancarnya sangat rendah, 1/1000 GSM, sehingga bisa beroperasi lebih lama atau stand by dan efek terhadap kesehatan tidak terlalu tinggi.
Perkembangan CDMA di Indonesia
Teknologi CDMA di Indonesia baru dikenal baru pada awal tahun 2000. dimulai dengan pengenalan CDMA-one oleh Komselindo, tetapi pengembangannya tidak terlalu suskes dan kurang populer di masyarakat.
Kemudian di Surabaya, Telkom Divre 5 mengembangkan sistem C-Phone dengan sistem CDMA yang berbasis telepon lokal yang dikenal dengan istilah Fixed Wireless yang merupakan cikal bakal dari Telkom Flexi.
Kemudian dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Perhubungan/ KM No. 35 Tahun 2004 maka Telkom, Indosat, dan Bakrie Telecom menggunakan teknologi CDMA ini sebagai solusi telepon tetap tanpa kabel (fixed wireless access/FWA) dengan mobilitas terbatas sebagai pengganti jaringan telepon tetap berbasis kabel tembaga (fixed wireline) dan pada perkembangannya masyarakat cenderung menyamakan antara GSM dan CDMA.
Pada awal perkembangannya, para operator CDMA menggunakan frekuensi jaringan yang berbeda dengan menggunakan jaringan 1900 Mhz atau 800Mhz. Tetapi saat ini frekuensi jaringan yang digunakan oleh perator CDMA di Indonesia saat ini menggunakan jaringan 800 Mhz karena penggunaan haringan 1900 Mhz lebih diutamakan untuk jaringan 3G pada GSM.
Standar teknologi yang dipakai di Indonesia saat adalah standar CDMA2000-1x yang ada sekarang. Tapi sayangnya pemanfaatan dari standar teknologi tersebut masih kurang bisa diaplikasikan sepenuhnya, karena belum banyak tersedianya layanan yang memadai dari operator CDMA.
Layanan yang banyak disediakan oleh para operator CDMA masih sebatas dalam lingkup percakapan atau pengiriman sms. Belum banyak yang mengembangkan aplikasi teknologi yang lebih tinggi seperti misalnya video streaming.
Selain itu untuk teknologi CDMA, masih terkendala dengan harga hanset/ponsel yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh teknologi chip CDMA belum seluruhnya open source seperti GSM, sehingga bagi para pembuat hanset CDMA harus membeli lisensi terlebih dahulu kepada pembuat chip CDMA dan mengakibatkan masih mahalnya hanset yang berbasis CDMA. Tapi saat ini dengan semakin tingginya tingkat permintaan akan CDMA diharapkan akan bisa menekan harga hanset/ ponsel CDMA.
Kendala lain bagi oeprator CDMA yang ada di Indonesia adalah dominasi oleh jaringan GSM dan belum optimalnya penggunaan teknologi CDMA sehingga kurang menarik perhatian masyarakat Indonesia sendiri untuk menggunakan CDMA, padahal CDMA mempunyai beberapa kelebihan terutama dalam hal tarif.
Peluang bisnis CDMA di masa mendatang
CDMA di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang cukup baik. Setiap tahun jumlah pelangganan dan kualitas layanan yang diberikan operator CDMA semakin bertambah. Jumlah operator yang masuk ke dalam dunia seluler CDMA semakin bertambah di Indonesia setiap tahunnya.
Bila pada tahun 2004 hanya ada 4 operator di CDMA, maka di tahun 2008 ini sudah muncul 2 operator CDMA yang baru yaitu Smart Telecom dengan produk Smart dan Sampoerna Telekomunikasi Indonesia dengan produk Ceria.
Jumlah pelanggan CDMA di Indonesia juga mengalami peningkatan yang cukup pesat tiap tahunnya. Tercatat, pada akhir 2006 pengguna CDMA di Indonesia baru 7,8 juta. Angka itu melonjak dua kali lipat pada akhir 2007 menjadi 14,4 juta dan pada akhir Maret 2008 menurut CDMA Development Group (CDG) jumlah pelanggan dari keseluruhan operator CDMA yang ada di Indonesia jumlahnya mencapai 16,3 juta pelanggan. Dengan jumlah sebanyak itu, Indonesia adalah negara pelanggan CDMA terbesar di Asia Pasifik dan yang mengalami pertubuhan tertinggi di Asia Tenggara.
Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan akan teknologi komunikasi yang murah dan berkualitas tinggi sangat dibutuhkan di Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan memiliki wilayah yang luas merupakan pasar yang sangat potensial dalam dunia bisnis telekomunikasi dengan jenis CDMA.
Investasi untuk operator CDMA jauh lebih murah daripada investasi pada operator GSM. Pada tahun 2002, investasi operator untuk membangun infrastruktur untuk operator GSM persubscriber-nya diperlukan biaya kurang lebih 600 USD. Bandingkan waktu itu untuk infrastruktur yang berbasis CDMA hanya 150 USD. Apalagi saat ini, investasi infrastruktur CDMA jauh lebih murah, untuk buatan Cina, semisal ZTE dan Huawei, hanya berisar 8 USD per subscriber. Ditambah lagi biaya penggunaan frekuensi yang dikenakan pemerintah Indonesia untuk frekuensi fixed wireless access jauh lebih murah.
Operator CDMA yang ada di Indonesia saat ini masih dalam tahap pengembangan dan belum mapan seperti operator GSM yang ada di Indonesia . Hal ini tentunya sangat menunjukan bahwa peluang untuk operator CDMA baru akan lebih terbuka lebar, apalagi jika bisa merangkul pasar yang terdapat di daerah yang masih belum memiliki jaringan telepon kabel tetap (fixed wireline).
Selain itu saat ini CDMA di Indonesia sedang mengusahakan menganut sistem open source. Dengan menganuut sistem open source ini, diharapakan bisa menekan harga handset CDMA yang mahal serta bisa memberikan fleksibilitas kepada para pelanggan CDMA nantinya.
Walaupun CDMA mempunyai harapan bisnis yang cukup menjanjikan di masa depan, tapi masih memiliki beberapa resiko untuk masa depan. Perkembangan yang cukup pesat dalam teknologi komunikasi telah menghasilkan teknologi-teknologi lain yang telah siap menggususr CDMA, contohnya adalah W-CDMA. W-CDMA telah diaplikasikan oleh DoCoMo FOMA di Jepang, KTF dan SKT di Korea dan sebagain besar negara Eropa sebagai standar 3G negara mereka sejak tahun 2006.
Selain itu juga, isu-isu yang berkemabang di dalam dunia komunikasi seperti berhentinya Nokia untuk memproduksi hanset/ponsel untuk CDMA juga pada tahun 2006 cukup berpengaruh terhadap pasar CDMA karena mempengaruhi jatuhnya nilai saham Qualcomm yang merupakan satu-satunya penyedia chip set CDMA saat ini.
